Jumat, 05 Juli 2013

Issu Politik Uang Berhembus Kencang di Pilgub Maluku Utara

Masyarakat Maluku Utara telah melakukan ritual 5 tahunan untuk memilih pemimpinnya, tepat pada tanggal 1 Juli 2013 kemarin, hajatan KPU ini berlangsung AMAN namun kurang JUJUR (bukan TIDAK JUJUR), begitulah anggapan sebagian besar suara-suara yang muncul pasca pemilihan dan perhitungan suara yang dilakukan di 2.147 TPS yang tersebar di Jazirah Moloku Kieraha oleh masing-masing kandidat.


       Sudah menjadi rahasia umum, pada semua disetiap hajatan pemilu, issue yang berhembus paling kencang bagai angin tornado ini adalah politk uang (money politic), mulai dari tahapan perebutan “kapal” untuk kendaraan menuju kekuasaan sampai pada hari terakhir pencoblosan, issue politik uang paling kencang hembusannya. Tak pelak, masyarakat (kecuali saya) pun berharap kesempatan ini juga dinikmatinya. Istilah “serangan fajar” yang entah sejak kapan frasa itu mulai digunakan, merupakan sesuatu yang ditunggu-tunggu oleh sebagian pemilik suara, masyarakat tidak peduli dengan nasib daerah selama kepemimpinan berlangsung karna toh disetiap pergantian kepemimpinan, tidaklah berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat itu sendiri (kesejahteraan), malah sebaliknya pengaruhnya cukup dahsyat terhadap kehidupan penguasa dan orang-orang disekelilingnya. Jadi tidak-lah mengherankan bila pada saat tahapan sampai dengan hari H pemilihan, masyarakat akan selalu berharap adanya “serangan fajar” dari calon penguasa.
       Untuk PilGub Maluku Utara sendiri, yang mana di ikuti oleh 6 (enam) kandidat yakni (1) Namto Hui Roba-Ismail Arifin (NHR-Ia) menggunakan “kapal” PDIP;, (2) Muhajir Albaar-Sahrin Hamin (MS) Muhajir dengan “kapal” mewah Demokrat;, (3) Ahmad Hidayat Mus-Hasan Doa (AHM-DOA) tunggangi “kapal” kuning Golkar; (4) Syamsir Andili-Benny Laos (SABEL) difasilitasi “kapal” Gerindra;, (5) Abdul Gani Kasuba-Natsir Thaib (AGK-Manthab) dengan “kapal” putih PKS;, dan (6) Hein Namotemo-Malik Ibrahim (HM) tidak kebagian “kapal” namun menggukan jalur spesial yang tidak perlu dengan “kapal” yakni Indepen.
        Ke-enam kandidat inipun bertarung menuju singgasana kekuasaan dengan mengorbankan materi yang tidak sedikit. Aturan-aturan yang telah disepakati bersama pun dengan sengaja ditabrak demi prestise kekuasaan, tidak peduli dengan aturan yang telah dibuat oleh manusia, aturan yang dibuat oleh pemilik Alam Raya ini-pun ditabrak, asalkan yang diinginkan tercapai. Uang menjadi “tuhan” dalam ritual 5 tahunan ini, para kandidat yang berkantong koper selalu merasa yang paling hebat, karna semuanya bisa dikendalikan dengan Uang, karna kenyataannya masyarakat pun menengadahkan tangan kepada calon penguasa untuk mendapatkan selembar rupiah dengan imbalan suaranya untuk calon penguasa tersebut.
        Maka tak mengherankan pasca pencoblosan kemarin, suara-suara yang menantang politk uang mulai bermuculan mengatasnamakan rakyat, yang entah rakyat yang mana yang mereka wakili. Karna kenyataannya rakyat juga yang menginginkan rupiah-rupiah itu dari calon penguasa. Mereka yang menentang politik uang ini adalah bagian dari pendukung calon lain yang mengatasnamakan rakyat, yang mungkin secara hitung-hitungan politik calon yang mereka dukung sudah pasti kalah dalam pertarungan lima tahunan ini, sehingga perlu bersuara lantang terhadap politik uang yang diindikasikan dilakukan oleh Calon dengan “kapal” kuning-nya.
        Bahkan ada suara-suara yang mengatakan “bila AHM jadi Gubernur, maka Kerusuhan Maluku Utara Jilid ke-2 akan pecah”. Ungkapan ini lebih kepada kekesalan masyarakat yang sudah muak dengan praktek-praktek tidak bersih untuk meraih kekuasaan, jadi mungkin ini bisa menjadi perenungan bagi setiap calon pemimpin hendaklah menggunakan cara-cara bersih dan memberikan pendidikan politik yang baik kerpada masyarakat, sehingga terlahir kepemimpinan yang bermartabat.

DAMAI MALUKU UTARA..

Sumber : http://politik.kompasiana.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar